Harga Tiket: -; Map: Cek Lokasi Alamat: Simaeasi, Kec. Mandrehe, Kab. Nias Barat, Sumatera Utara. |
Indonesia dikenal sebagai negara dengan keberagaman budaya yang tersebar di berbagai daerah. Setiap budaya memiliki ciri khas tersendiri yang membedakannya dengan budaya di daerah lainnya. Perbedaan tersebut dibuktikan dengan perbedaan adat istiadat, rumah adat, bahasa, dan lain sebagainya. Termasuk budaya di Pulau Nias, Sumatera Utara.
Budaya yang dimiliki Pulau Nias dibuktikan dengan salah satunya adalah rumah adat. Di pulau ini terdapat dua jenis rumah tradisional yang populer yakni Omo Sebua dan Omo Hada. Meskipun sama-sama merupakan rumah adat yang ada di Pulau Nias, namun keduanya mempunyai fungsi yang tidak sama.
Perbedaannya lebih ke bentuk bangunannya, penggunaannya, dan isi ruangan di dalam kedua rumah tersebut. Menariknya, bangunan rumah adat hingga kini masih berdiri dengan kokoh dan tampilannya masih terjaga dengan baik. Bukti kejayaan dari para leluhur yang merupakan masyarakat asli Pulau Nias adalah bangunan kedua rumah adat tersebut.
Sejarah Rumah Adat Omo Sebua & Omo Hada


Kedua rumah adat yang dimiliki masyarakat Pulau Nias tersebut dikenal sebagai salah sat contoh dari arsitektur vernakular yang ada di Asia. Rumah adat di pulau ini dinamakan dengan Omo Sebua dan Omo Hada dengan fungsi yang berbeda satu sama lain.
Dalam sejarahnya, sekitar 7000 tahun silam, beberapa orang imigran asal Asia Tenggara menghuni Pulau Nias bagian tengah. Para imigran tersebut mulai mengembara di Pulau Nias dan mendirikan hunian tempat tinggal di daerah pelosok pedalaman. Akan tetapi, karena mereka tidak paham perkara perpetaan, maka mereka tidak bisa bersatu lagi.
Sehingga terpecahlah menjadi tiga bagian wilayah, yakni selatan, utara, dan tengah. Setiap bagian wilayah mempunyai perbedaan kelompok masyarakat, bahasa, serta budayanya. Perbedaan arsitektur pada bangunan hunian tempat tinggal mereka juga menjadi pembeda dari ketiga bagian wilayah tersebut.
Berdasarkan sejarah itulah, sampai saat ini rumah adat tidak berubah bentuknya dan menjadi ikon Pulau Nias. Melalui rumah tersebut, masyarakat Indonesia mengetahui wujud nyata dari warisan kejayaan leluhur yang masih terjaga baik bangunannya.
Keunikan Rumah Adat Tradisional Nias


Pulau Nias yang termasuk dalam salah satu bagian wilayah di Provinsi Sumatera Utara dikenal dengan beberapa destinasi wisata bertema bahari yang menarik. Selain itu, Pulau Nias juga dikenal dengan ritual yang disebut dengan Lompat Batu.
Kebudayaan yang dimiliki masyarakat dari suku Nias dikenal sangat unik, terutama rumah adatnya. Yang menarik dari rumah adat yang berada di Provinsi Sumatera Utara adalah konstruksi bangunannya fleksibel dan lebih tahan gempa maupun hujan.
Para wisatawan yang ingin melihat secara langsung berbagai bukti sejarah dari kejayaan para leluhur masyarakat asli Pulau Nias, bisa mengunjungi Kecamatan Fanayama, tepatnya di Desa Adat Bawomataluo. Desa yang berada di Kabupaten Nias Selatan tersebut menyimpan berbagai bukti kejayaan para leluhur, salah satunya yakni rumah adat.
Terdapat jajaran rumah tradisional serta upacara adat berupa lompat batu khas Nias yang terkadang masih di jalanan oleh masyarakat setempat di desa tersebut. Bahkan, Desa Adat Bawomataluo kini dijadikan sebagai cagar budaya.
Pulau Nias sendiri memiliki dua jenis rumah adat yaitu rumah Omo Sebua dan Omo Hada. Berikut penjelasan singkatnya:
1. Omo Sebua
Omo Sebua merupakan rumah tradisional khas Pulau Nias yang ditujukan untuk tempat tinggal kepala negeri dan salawa atau kepala desa.
Selain itu, Oma Sebua juga diperuntukkan untuk para kaum bangsawan yang tinggal menetap di desa bagian pusat. Bangunan rumah ini bertujuan sebagai pelindung dari berbagai serangan musuh.
2. Omo Hada
Di samping Omo Sebua, ada pula bangunan Omo Hada yang pembangunannya ditujukan untuk tempat tinggal masyarakat biasa.
Terdapat simbol berupa tugu batu yang diletakkan oleh beberapa pemilik rumah ini di depan rumah mereka sebagai lambang dari status sosial. Jika tugunya lebih tinggi, maka pemiliknya termasuk dalam keturunan bangsawan.
Desain Bangunan Omo Sebua dan Omo Hada


Dari segi fungsi, rumah adat Omo Sebua dan Omo Hada memang dibangun dengan tujuan yang berbeda. Omo Sebua diperuntukkan sebagai tempat tinggal kepala desa, kepala negeri dan bangsawan, sedangkan Omo Hada diperuntukkan untuk tempat tinggal masyarakat biasa. Dari segi desain bangunannya pun berbeda antara kedua rumah ini.
1. Omo Sebua
Bentuk bangunan rumah adat ini cenderung seperti rumah yang berbentuk panggung yang didirikan di atas beberapa tiang kayu yang tinggi dan berukuran besar. Akan tetapi, bangunan rumah Omo Sebua ini memiliki perbedaan bentuk antara yang didirikan di Nias Tengah, Nias Selatan, dan Nias Utara.
Di Nias Tengah, bentuk bangunannya adalah perpaduan dari bentuk bangunan rumah adat Omo Sebua yang didirikan di Nias Selatan dan Nias Utara. Perpaduan bentuk bangunan ini dikarenakan penduduk asli Nias Tengah merupakan penghuni tetap di wilayah Nias Tengah sebelum akhirnya mereka menyebar ke wilayah Nias Selatan dan Nias Utara.
Di Nias Selatan pembangunannya disesuaikan dengan sistem kompleks wilayah pemukiman penduduk. Disana terdapat tempat tinggal penduduk yang jumlahnya ratusan dan dibangun di sisi kanan dan kiri jalan.
Pemukiman penduduknya dibuat menjulang tinggi sehingga penghuni atau tamu diharuskan naik tangga dari bahan batu berukuran cukup panjang. Sementara itu di Nias Utara bentuk bangunannya mempunyai karakteristik yang berbeda pada bagian lotengnya.
Atap loteng berbentuk lebar dan curam setinggi 16 meter dengan beberapa kisi jendela berukuran besar sehingga penghuni rumah adat Omo Sebua di wilayah Nias Utara mendapatkan sirkulasi udara, penerangan yang maksimal, serta aman dari hujan dan gempa.
2. Omo Hada
Untuk rumah Omo Hada bentuknya mirip dengan Jolopong atau rumah adat khas Jawa Barat. Bangunannya berbentuk persegi yang dilengkapi dengan pintu penghubung antar rumah. Dengan adanya pintu penghubung ini, penduduk yang tinggal di rumah adat tersebut bisa berjalan tanpa perlu turun ke tanah di sepanjang teras di rumah mereka.
Jika diperhatikan secara sepintas, bentuk bangunan rumah Om Hada memiliki kemiripan dengan perahu yang bertujuan supaya rumah bisa menjadi perahu ketika terjadi banjir.
Terdapat dua jenis pintu yang ada di rumah adat Omo Hada, ada pintu biasa dan pintu horizontal dengan ciri khas daun pintunya menghadap ke arah atas. Pintu horizontal tersebut memiliki fungsi sebagai pelindung dari serangan musuh.
Bumbungan pada rumah adat Omo Hada telah dilengkapi oleh tuwu zago berjumlah dua yang fungsinya adalah sebagai tempat terjadinya pertukaran udara atau ventilasi serta sumber cahaya yang ada di dalam rumah. Tuwu zago tersebut dapat dibuka dan ditutup. Ukiran-ukiran pada rumah ini pun tergolong cukup halus.
Bahkan, dulu rumah adat ini kerap digantungkan sisa-sisa dari pesta adat seperti tulang dari rahang babi. Seluruh bahan yang digunakan untuk membangun rumah adat Omo Hada menggunakan bahan kayu. Atapnya menggunakan bahan dari daun rumbia yang setiap tahunnya harus selalu diganti.
Fungsi Setiap Ruangan Rumat Adat


Baik rumah adat Omo Sebua maupun Omo Hada sama-sama dibangun tanpa menggunakan paku dan merupakan salah satu contoh bangunan rumah dengan arsitektur vernakular yang ramah lingkungan.
Sebelum memulai pembangunan kedua rumah adat tersebut, pasti selalu dilakukan upacara adat supaya penghuninya mendapatkan keberkahan dan terhindar dari berbagai hal buruk.
Meskipun tanpa menggunakan paku dan pembangunannya menggunakan metode tradisional, namun para leluhur sudah memperhitungkan semua aspek pada rumah adat tersebut sehingga tahan dari gempa da hujan.
Struktur yang digunakannya pun lebih kuat daripada bangunan modern yang membuat bangunan rumah menjadi tahan dari goyangan gempa. Pemasangan penyokong rumah adat yang disebut dengan Ndriwa adalah secara diagonal. Pemasangannya di antara beberapa tiang yang pembuatannya secara vertikal.
Fungsi Ndriwa sendiri yakni untuk menyokong dan menguatkan 4 titik struktural yang ada di rumah. Semua tiang pada rumah adat dibangun di atas lempeng yang terbuat dari batu dalam posisi berdiri. Posisi tersebut bertujuan supaya rumah dapat ditopang dengan stabil sehingga terhindar dari gempa atau hujan badai.
Di setiap kompleks pemukiman pasti ditemukan parit yang letaknya di belakang bambu runcing. Tujuannya adalah untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Untuk rumah Omo Sebua, terdapat tugu batu sebagai simbol dari status sosial pemilik rumah adat tersebut.
Karena merupakan cagar budaya, maka tidak sedikit wisatawan dari luar daerah yang menyempatkan waktu untuk datang berkunjung ke Desa Adat Bawomataluo untuk menyaksikan secara langsung rumah-rumah adat khas Pulau Nias. Dengan bentuk yang unik dan beda dari rumah adat provinsi lainnya, maka desa ini kerap ramai pengunjung.